Badan Reserse Kriminal (BRK) Sako sebagai unit yang ada dalam struktur kepolisian memiliki dasar hukum yang jelas untuk menjalankan tugas dan fungsi penyelidikan serta penyidikan tindak pidana. Dasar hukum pembentukan dan pelaksanaan tugas BRK Sako mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, baik itu yang berkaitan dengan Polri, penyelidikan, maupun proses hukum pidana. Berikut adalah beberapa dasar hukum yang mendasari pembentukan dan operasionalisasi BRK Sako:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang ini merupakan dasar hukum yang paling mendasar dalam pembentukan dan operasionalisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), termasuk Badan Reserse Kriminal (BRK) Sako. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Polri diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana.
Pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa Polri memiliki tugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sedangkan Pasal 13 ayat (2) menegaskan bahwa Polri juga memiliki kewenangan dalam hal penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana. BRK Sako sebagai bagian dari Polri melaksanakan fungsi tersebut, terutama dalam hal penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus kriminal di wilayah Sako.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
KUHAP adalah dasar hukum yang mengatur mengenai tata cara penyidikan dan penyelidikan terhadap tindak pidana. Pasal-pasal dalam KUHAP memberikan pedoman yang jelas mengenai bagaimana proses hukum pidana dilakukan, mulai dari penyelidikan hingga persidangan. BRK Sako sebagai lembaga yang berfokus pada penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, harus mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam KUHAP.
Beberapa pasal penting yang menjadi pedoman BRK Sako antara lain:
- Pasal 1 Ayat 1 yang menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dapat membuat terang tentang tindak pidana.
- Pasal 6 yang mengatur siapa saja yang berhak melakukan penyidikan, yaitu penyidik Polri, Kejaksaan, atau pejabat yang diberi kewenangan berdasarkan undang-undang.
- Pasal 7 yang mengatur bahwa penyidikan dilakukan berdasarkan laporan polisi, laporan kejadian, atau temuan sendiri oleh penyidik.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Sebagai unit yang bertanggung jawab dalam menangani kasus kriminal, BRK Sako juga harus mematuhi prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugasnya. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 mengatur mengenai hak masyarakat untuk memperoleh informasi terkait kegiatan yang dilakukan oleh lembaga publik, termasuk Polri.
BRK Sako harus memastikan bahwa dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan, informasi yang diberikan kepada publik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta tidak mengganggu proses hukum yang sedang berlangsung.
4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
Peraturan ini mengatur secara rinci mengenai prosedur dan mekanisme penyidikan yang harus dilakukan oleh penyidik Polri, termasuk BRK Sako. Dalam Perkap ini dijelaskan mengenai standar operasional yang harus diikuti oleh penyidik Polri dalam melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana.
Beberapa hal yang diatur dalam Perkap tersebut adalah:
- Tahapan penyidikan mulai dari penerimaan laporan polisi, pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka, penggeledahan, penyitaan, hingga penyusunan berkas perkara.
- Prosedur dan mekanisme pemeriksaan yang harus dilakukan oleh penyidik untuk memastikan bahwa penyidikan dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Penggunaan teknologi dan sistem informasi dalam membantu penyelidikan dan penyidikan.
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Dalam era digital, banyak kejahatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi. Oleh karena itu, BRK Sako juga berperan dalam menangani kejahatan siber (cybercrime), yang memiliki dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. UU ITE memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana yang melibatkan teknologi informasi, seperti penipuan online, pencemaran nama baik melalui internet, dan lainnya.
Pasal 27 dalam UU ITE memberikan dasar hukum bagi Polri untuk menangani kasus-kasus kejahatan yang menggunakan media elektronik.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Terorisme
Dalam hal tindak pidana terorisme, BRK Sako juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 yang mengatur prosedur penanganan terorisme. Tindak pidana terorisme sering kali melibatkan kelompok atau organisasi yang terorganisir dengan menggunakan teknologi canggih. Oleh karena itu, BRK Sako harus memiliki kapasitas khusus untuk menangani kasus-kasus terorisme.
7. Peraturan Polri Nomor 16 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Sebagai tambahan dari Perkap Nomor 6 Tahun 2019, Peraturan Polri Nomor 16 Tahun 2012 ini mengatur tentang manajemen penyidikan, yang meliputi pengaturan sumber daya manusia, penggunaan peralatan, serta prosedur operasional yang harus diikuti oleh penyidik dalam melaksanakan tugasnya.
Peraturan ini memberikan pedoman tentang bagaimana BRK Sako harus melakukan penyidikan secara efektif dan efisien, serta memastikan setiap tahap penyidikan dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dasar hukum pembentukan dan operasionalisasi Badan Reserse Kriminal (BRK) Sako adalah kombinasi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, mulai dari Undang-Undang Kepolisian, Hukum Acara Pidana, hingga peraturan internal Polri dan regulasi terkait kejahatan siber. Dasar hukum ini memberikan kewenangan kepada BRK Sako untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai jenis tindak pidana, serta memastikan bahwa setiap proses hukum yang dijalankan berjalan sesuai dengan prosedur dan prinsip keadilan.
Dengan dasar hukum yang kuat ini, BRK Sako dapat menjalankan tugasnya dengan optimal dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, serta menegakkan hukum yang adil dan transparan.